Seorang kawan saya, Garin alias GG, memberikan sebuah buku karangan Carol Selby Price & Robert M. Price dengan judul “Mystic Rhythms: The Philosophical Vision of RUSH”. Buku ini bercerita tentang interpretasi sang pengarang terhadap lirik lagu group band Rush. Memang Rush merupakan salah satu group band kesukaan saya. Pembahasannya sangat dalam, bahkan kadang-kadang membuat saya bingung karena terlalu filosofis. Namun satu hal yang pasti, ternyata banyak orang yang besar dalam lingkungan musik classic rock (atau sering juga disebut art rock atau progressive rock). Lagu-lagu tersebut (terutama liriknya) ternyata ikut membentuk pribadi orang yang bersangkutan. Saya kira hal yang sama juga berlaku untuk jenis musik yang lain. Tapi biarlah, untuk jenis musik lain, lebih baik orang lain yang membahasnya.
Setelah membaca buku tersebut, saya jadi kepikiran untuk membuat tulisan (ide awalnya sih buku, tapi nggak yakin juga) tentang interpretasi saya tentang beberapa lirik lagu classic rock serta pengalaman-pengalaman lain yang terkait. Interpretasi saya tentunya bisa salah atau berbeda dengan interpretasi anda. Tapi disinilah nikmatnya. Bahwa satu lagu dapat memiliki dampak yang berbeda kepada pendengar yang berbeda. Tapi … bikin tulisan panjang ternyata tidak mudah. Mengapa tetap nekad? I cannot resist it. I just cannot not writing it!
Saya meyakini bahwa lirik lagu-lagu classic rock biasanya memiliki muatan atau pesan tertentu. Kadang-kadang pesannya hanya sekedar ungkapan cinta kasih (yang tidak cengeng seperti halnya pada musik lain), tapi kadang-kadang juga bemuatan politis (misalnya lagu grup Kansas yang berjudul Cheyenne Anthem bercerita tentang perjuangan bangsa Indian di tanah Amerika, atau lagu Rush yang berjudul Manhattan Project yang bercerita tentang bom atom), filosofi, dan membedah misteri kehidupan. Pandangan hidup dari sang penulis lagu biasanya juga tercermin dalam lirik dan melodinya. Tapi tidak semua orang sepakat dengan pandangan saya ini lho. Ada banyak orang yang mengatakan bahwa lirik lagu classic rock banyak yang terlalu dibesar-besarkan. Nanti kita lihat pada bahasan individu lagu. Adanya interpretasi dari lagu-lagu tersebut merupakan salah satu nilai utama dari tulisan ini. Jadi saya akan tetap nekad membuat interpretasi atas lirik lagu tersebut.
Jika menurut anda membuat tulisan tentang interpretasi lagu-lagu classic rock ini adalah ide gila, ternyata ada orang lain yang lebih gila. Ada seorang pelukis yang kemudian membuat interpretasi dari lagu-lagu Genesis dalam lukisannya. Sayang sekali saya lupa alamat (URL) web sitenya. Buku tentang Rush yang saya ceritakan merupakan satu contoh bahwa satu artis saja bisa menjadi satu buku. Demikian pula ada orang yang mengatakan bahwa satu album Genesis saja (misalnya “the Lamb Lies Down on Broadway”) dapat dibahas menjadi sebuah thesis Master. Wah! Saya tidak segila yang anda pikirkan. (Belum, mungkin? Ha ha ha.) Tapi, yakinlah bahwa setiap group band atau artis yang saya tuliskan di dalam tulisan ini dapat menjadi satu buku tersendiri.
Tulisan ini juga bertujuan untuk menepis stereotype bahwa musik rock mengagung-agungkan dan bahkan memuja setan (satan or devil worshipper). Hal ini disebabkan banyak musik hard rock yang memang memiliki nuansa demikian. Mulai dari covernya yang bernuansa satanis sampai ke lirik-lirik yang eksplisit. Saya pernah menemukan buku yang membahas hal ini secara lebih spesifik. (Memang buku yang saya baca tersebut berasal dari seorang aktivis Gereja yang menentang musik rock.) Entah pemujaan kepada setan ini betulan atau hanya sekedar gimmick saja supaya lebih berkesan keras? Musik classic rock atau progressive rock berbeda menurut saya. Dia tidak membutuhkan gimmick seperti itu.
Setelah dipikir-pikir lagi, mungkin ada baiknya saya mengajak rekan-rekan sekalian, para pembaca sekalian untuk memperkaya isi tulisan ini. Saya yakin banyak orang Indonesia yang juga suka dengan classic rock dan memiliki pengalaman yang bisa dibagi. Maka, bergabunglah. Kirimkan komentar anda kepada saya (dan tim?) untuk dimasukkan ke dalam tulisan ini.
Salah satu masalah yang saya antisipasi adalah adanya perbedaan kultur kita dengan kultur para artis ini. Banyak cerita atau makna dari lagu atau album yang mereka garap memiliki cerita yang terkait dengan kultur mereka. Cerita-cerita, lawakan, guyonan, banyak yang hanya dapat dimengerti dalam konteks lokal. Sebagai contoh, kata “untung ada saya” yang diucapkan oleh almarhum pelawak Gepeng (Srimulat) mukin tidak bermakna apa-apa bagi yang belum pernah mendengar lawakan Gepeng. Demikian pula kata “I didn’t inhale” akan sukar dimengerti maknanya. (Kata ini diucapkan oleh mantan Presiden Amerika Bill Clinton yang tidak mau mengaku bahwa dia pernah mengisap ganja.) Atau juga kata-kata yang dikutip dari pengarang terkenal di luar negeri (misal Shakespeare) tidak menyentuh bagi seorang Indonesian. Bagi seseorang yang pernah tinggal di luar negeri (khususnya di Inggris atau di Amerika Utara) mungkin makna-makna dalam lagu bisa ditangkap atau dimengerti. Tapi bagi yang belum pernah ke luar negeri, mungkin agak sukar. Tapi ini juga merupakan salah satu alasan untuk membuat tulisan ini, yaitu untuk menjelaskan latar belakang ceritanya.
Internet merupakan media yang sangat membantu saya dalam melakukan penelitian dan pencarian informasi. Lirik lagu dan (beberapa) interpretasi pribadi dari lirik tersebut bisa diperoleh. Bahkan, lagu pun – dalam format MP3 – kadang-kadang dapat diambil (download) dari Internet. Bukan maksud saya untuk mengambil lagu tanpa bayar, namun sering kali lagu tersebut tidak tersedia di Indonesia (dan mungkin juga di luar negeri). Seperti misalnya, ketika mendengarkan video Def Leppard ada referensi ke lagu David Bowie yang berjudul “Ziggy Stardust”. Wah, saya tidak tahu lagu itu seperti apa. Maka saya search Internet dan menemukan referensi-referensi yang luar biasa dan sekalian dapat lagu aslinya! Atau ketika menonton film “Duet”, ada referensi ke lagu Todd Rundgren yang berjudul “Hello, it’s me”. Langsung dicari di Internet dan ketemu! Contoh lainnya adalah dengan adanya Internet saya jadi tahu ada band yang bernama Porcupine Tree yang ternyata cukup bagus juga. Tanpa Internet hal ini akan sulit dilakukan dan mahal. (By the way, lagu-lagu yang saya sebut tersebut bagus juga. . Silahkan download dari Internet.) Dalam tulisan ini, akan saya sertakan URL yang terkait dengan para artis tersebut.
Sebagai catatan, tulisan ini ditulis secara on-off (meski mungkin banyak off-nya). Tulisan akan diupdate secara “berkala”. (Kala ada waktu maksudnya, he he he.) Jadi mohon kesabaran jika tulisan berkesan meloncat-loncat, tidak selesai (menggantung), atau ada group band kesayangan anda yang belum ditulis. Jangan keburu kesel. Saya sendiri juga kesel karena kok nggak selesai-selesai. Emangnya gampang nulis tulisan yang komplit ya? Lihat saja buku lain tentang artis yang ditulis di sini; membutuhkan tahunan untuk melakukan riset dan menulisnya.
Saya lupa tepatnya, akan tetapi kira-kira pertengahan tahun 2004, saya membaca artikel mengenai Robert A. Moog di IEEE Newsletter. Saya memang anggota dari organisasi IEEE, yaitu organisasinya orang-orang Elektro di seluruh dunia. Bob Moog adalah pencipta synthesizer Moog yang terkenal di dunia classic rock. Di artikel itu juga ada gambar foto Bob Moog dengan Keith Emerson dari ELP. Emerson memang dikenal sangat handal dalam permainan keyboardnya dan banyak menggunakan Moog. Moog sendiri bukan seorang musisi, akan tetapi seorang insinyur yang suka bermain dengan alat elektronik musik. Sama seperti saya! Artikel tersebut membuat saya bersemangat kembali untuk meneruskan tulisan ini setelah madheg untuk beberapa lama. (Bahkan jadi berkeinginan unuk memperlebar bahasan tulisan dengan setup peralatan yang digunakan oleh para musisi ini. Saya memang tertarik dengan synthesizer, dan bahkan sempat belajar computer music untuk memahami alat musik elektronik.)
Mudah-mudahan tulisan ini dapat lebih membantu anda dalam menikmati lagu-lagu classic rock. Mungkin enaknya dibaca sambil mendengarkan musiknya. Jika anda merasa suka dengan tulisan ini dan ingin menunjukkan appreciation anda, kirimi saya postcard, kaset, CD lagu-lagu classic-rock., atau apa pun. Alamat pos dapat diperoleh dengan menghubungi saya melalui email. Selamat menikmati.
Bandung, November 2002 – Mei 2005
Budi Rahardjo
Catatan: Copyright dan trademark dari berbagai object (gambar, lirik, dll.) ada pada pemilik intellectual property dari masing-masing object tersebut. Agak sulit untuk menjelesakan cerita tanpa ada visualisasi. Jadi terpaksa saya tampilkan di sini. Mudah-mudahan ini tidak dianggap sebagai pelanggaran intellectual property. Jika memang hal ini tidak dikehendaki, gambar akan saya hapus pada versi berikutnya. Beli album asli dari artis-artis yang saya ceritakan di sini. You owe it to them! Let’s support them. Buy their albums.
Revision control, daftar perubahan.
Versi 0.27 – Mei 2005. Update album Foxtrot dari Genesis, sejarah progressive rock.
Versi 0.26 – Januari/Februari 2005. Menambahkan info untuk TFK album Adam & Eve, Yes album Going For The One dan sedikit Tormato, Steve Hackett.
Versi 0.25 – Desember 2004. Sesuai dengan saran-saran, saya mulai menuliskan entry untuk Dream Theater.
Versi 0.24 – November 2004. Menambahkan info tentang Anthony Phillips, GTR, album Genesis yang berjudul Spot the Pigeon, album “Alive on planet earth” dari The Flower Kings (dan sedikit tentang Adam & Eve).
Versi 0..23 – November 2004. Menambahkan info baru mengenai Marillion dengan album Marbles.
Versi 0.22 – Juli 2004. Menambahkan info The Flower Kings.
Versi 0.21 – Mei 2004. Menambahkan informasi tentang Transatlantic, Marillion, dan entry baru Camel serta ELP. Harus ada ELP dong meskipun masih sedikit. Ternyata setelah saya re-launch banyak mendapat masukan dari milis, yaitu perlu ditambahkan Led Zeppelin, King Crimson, David Bowie. Ya saya akan melakukan sebagian dari saran-saran tersebut. Hanya saja sumber bahan risetnya masih belum terlalu banyak. (Kirimkan CD dan buku otobiografinya ke sini dong.) Ada juga yang minta dibahaskan album dari The Beatles. Wah, kok jadi melebar begini. Tapi nggak apa-apa. Yang namanya feedback kan bisa macam-macam. Keep them coming.
Versi 0.20 – April 2004. Menambahkan informasi dari school of rock, land of confusion (genesis), dan Transatlantic. Setelah itu, saya baru saja dapat 2 DVD bagus: yesspeak (tentang Yes) dan Peter Gabriel Growing Up Live. Huebat. There’s so many things to digest. Let me chew on them for a while.
Versi 0.19 – Januari 2004. Memasuki tahun kedua dari penulisan buku ini, masih tersendat-sendat juga. Ada penambahan gambar cover dari album classic rock dari London Symphony Orchestra.
Versi 0.17 – November 2003. Menambahkan interpretasi lagu Kansas yang berjudul Cheyenne Anthem, lagu Queen yang berjudul Bohemian Rhapsody.
Versi 0.16 dan 0.15 – November 2003. Sudah lebih dari satu tahun tulisan ini ditulis. Sambil ngabuburit (menunggu buka puasa) saya update beberapa bagian dari tulisan ini. Update tentang adanya VCD dan DVD. Perubahan letak pembahasan The Flower Kings karena saya sudah punya CDnya sehingga bisa membahas dengan lebih rinci. Bagian baru tentang Queen dan update berbagai halaman lainnya (tambahkan gambar DVD Genesis).
Versi 0.14 – Mei 2003. Penambahan informasi mengenai The Flower Kings
Versi 0.13 – April 2003. Update minor.
Versi 0.12 – April 2003. Menambahkan entry baru: Jethro Tull.
Versi 0.11 – April 2003. Lebih banyak informasi tambahan (khususnya discography) mengenai Genesis, Marillion dan Rush. Ada contoh cover kaset Monalisa dan Apple. Buku menjadi 23 halaman.
Versi 0.9 – 0.10 – April 2003. Menambahkan bagian Rush. Diumumkan kembali di Internet.
Versi 0.8 – April 2003. Menambah masukan dari Retnodi dari Bank Mandiri tentang definisi dari “progressive rock” dan ketidak-setujuannya akan beberapa hal. No problem. Thank you. Keep them coming.
Versi 0.7 – Desember 2002. Menambahkan informasi sejarah classic rock dengan tulisan Tom Malik.
Versi 0.6 – November 2002. Tidak lama setelah versi 0.5 keluar, ada beberapa update minor. Perbaikan nama orang yang tadinya salah ejaan, gambar logo rekaman kaset “YESS”. Terima email dari mbak Hera yang berisi interpretasi tentang lagu-lagu Genesis, tapi belum sempat dimasukkan ke dalam tulisan ini.
Versi 0.5 – November 2002. Menambahkan informasi mengenai Kansas, (khususnya pembahasan pada lagu The Wall) dan Todd Rundgren. Versi ini kemudian diumumkan di Internet dan tanggapannya positif. Beberapa komentar yang masuk via email mengatakan mereka membongkar koleksi kasetnya setelah membaca tulisan ini. Ada yang bilang akan coba ikutan membantu. Tapi, kita lihat apakah ada yang benar-benar berminat membantu.
Versi 0.4 – Oktober 2002. Mulai diluncurkannya project ini dan materi didistribusikan di Internet.
In the beginning …
Saya yakin jika anda seorang penggemar classic rock, maka begitu membaca judul bagian ini anda akan tersenyum dan mengasosiasikannya dengan judul sebuah album. Hayo, album siapa? Betul! Ini adalah judul dari salah satu album Genesis. Tapi, saya tidak membahas tentang album tersebut pada bagian ini. Mungkin di bagian lain (jika ada waktu?). Pada bagian ini saya ingin menceritakan pengalaman saya berkenalan dengan classic rock. Tapi sebelumnya definisi dahulu …
Saya tidak dapat memberikan definisi yang tepat tentang jenis musik yang disebut classic rock, tapi inti utamanya adalah ada dua jenis musik di sana yaitu klasik dan rock. Musik dari classick rock memang keras karena rock namun melodinya memiliki sentuhan klasik (bahkan kadang-kadang memang menggunakan symphony sungguhan). Itulah sebabnya lagu dari classic rock cenderung untuk kompleks dan tidak monoton (seperti halnya musik klasik). Para artis dan musisi di dunia classic rock biasanya memang memiliki latar belakang klasik yang kental. Era tertinggi dari classic rock ini memang tidak lama, yaitu sekitar tahun 1970-an. (Jika anda dapat memberikan definisi yang lebih baik tentang classic rock atau sekedar ingin mengungkapkan pendapat silahkan kirim email ke saya.)
Seorang pembaca, Retnodi, mengirimkan informasi bahwa definisi dari “progressive rock” dapat menggunakan definisi dari Matthew A Rink, "What Is Progressive Music" yang ada di situs http://www.prog.web.com. Daripada mendefinisikan kata “progressive”, Matthew lebih suka menjabarkan ciri-ciri progressive rock, yaitu
1.Longer songs
2.Time changes
3.More complex instrumentation / superior vocals
4.More complex conceptual ideas / hieghtened lyrical content
"Progressive rock was what happened in the early 70's when certain brilliant instrumentalists got fed up with playing three-and-a-half minute long songs about teenage love. Unfortunately, this led them to start playing ten-and-a-half minute long songs about nothing in particular."
- Geoff Nicholson, Big Noises: Rock Guitar in the 1990's
"Progressive rock was largely a European movement, and drew most of its influences from classical music and jazz fusion, in contrast to American rock, which was historically influenced by rhythm & blues and country. Over the years various sub-genres of progressive rock - or prog - have emerged, such as symphonic rock, art rock, neo progressive and progressive metal."
http://www.progarchives.com/prog/1967-2004v1.html
Dalam tulisan ini saya menyamakan classic rock, progressive rock, dan art rock. Ada seorang pembaca yang protes bahwa ketiganya tidak sama. Mungkin secara definisi benar juga bahwa mereka berbeda. Tapi saya akan tetap menggunakan istilah classic rock ini untuk ketiga hal tersebut. Jadi maksud dari tulisan ini adalah menyoroti jenis musik seperti kesemuanya itu. Judulnya nanti jadi kepanjangan jika saya tuliskan semuanya.
Psychedelic
Kalau dilihat dari sejarahnya, memang pada (pertengahan?) tahun 1960-an muncul musik yang beraliran “Psychedelic”. Aliran ini muncul di Inggris1 dari kultur hippies yang senang bereksperimen dengan narkoba yang menghasilkan halusinasi, seperti LSD dan heroin. Ciri-ciri dari musik jenis ini adalah lagunya yang panjang-panjang dan tema musik yang melayang-layang, warna-warni (oranye, pink, merah). Hal ini terkait dengan narkoba yang mereka gunakan2. Artis atau band yang termasuk jenis ini adalah Pink Floyd, Soft Machine. Beberapa group musik yang terkenal kala itu, seperti the Beatles, juga memasukkan unsur psychedelic dalam albumnya, seperti dalam album “Sgt. Pepers’s Lonely Hearts Club Band”. Di Amerika Serikat, hal yang sama juga terjadi. Adanya generasi flower power, peace, Mr. Groovy(?), sharring (house, dope, dan lain-lain). Musisi yang terkenal dari Amerika pada gelombang ini adalah Grateful Dead (Jerry Garcia dan kawan-kawan), Jefferson Airplane3. Jika anda memiliki daftar musisi yang lebih lengkap untuk perioda ini, kirimkan ke saya.
Dari psychedelic rock, muncul gabungan musik klasik dengan rock yang kemudian disebuh progressive rock, art rock, classic rock Jika disebutkan classic, apakah ada unsur musik klasiknya? Jawabannya ada.
Selain itu, memang musik-musik rock juga mulai dibawakan secara kolosal oleh London Symphony Orchestra. Gambar di samping ini menunjukkan salah satu cover album “Classic Rock” dari London Symphony Orchestra tersebut. Contoh lagu yang dibawakan antara lain: “Stairway To Heaven,” “Ruby Tuesday,” “Another Brick In The Wall,” dan masih banyak lainnya.
Dalam sebuah diskusi di forum dari prograrchives.com, ada sebuah pertanyaan mengenai kapan tepatnya progressive rock mulai muncul. Ada beberapa jawab yang menarik disimak.
Dimulai dari album Moody Blues yang berjudul „Days of Future Passed“ (1967).
Dimulai sejak album „In The Court of the King Crimson“ dari King Crimson (1969).
Ada beberapa referensi lain mengenai kapan munculnya progressive rock, seperti tulisan “Progressive Rock History”4 dari prograrchives.com. Di sana dikatakan bahwa munculnya progressive rocka adalah tahun 1967.
Nah, sekarang kembali ke “pada mulanya …”, yaitu perkenalan saya dengan classic rock.
Pada mulanya …
Sebagai seorang yang dilahirkan di tahun 1962, saya besar di tahun 70-an dan 80-an. Kebetulan saya besar di Bandung dan dikelilingi oleh saudara-saudara (oom) yang saat itu menjadi mahasiswa (ITB dan UNPAD). Saudara-saudara inilah yang memperkenalkan classic rock secara tidak langsung, yaitu dengan memutar lagu-lagu mereka. Tentunya sebagai seorang siswa SMP, saya tidak begitu saja menyukai lagu-lagu yang aneh-aneh, dengan nama band yang aneh-aneh mulai dari Genesis, Yes, Pink Floyd, Kansas, sampai ke Gong, Ravi Shankar, dan masih banyak nama-nama lainnya. Tentunya selain band-band tersebut ada juga group musik yang lagunya lebih mudah dicerna seperti Beatles, Chicago, Electric Light Orchestra atau ELO (yang ini benar-benar classic rock), Led Zeppelin, Rolling Stones, Queen, Scorpion, Styx, Toto, Uriah Heep, dan seterusnya5. Suka karena biasa, demikian kata sebuah pepatah. Lama kelamaan, saya menjadi suka dengan group-group band tersebut. Bahkan, akhirnya classic rock melekat dalam diri saya sampai hafal lirik dan melodi (yang kadang-kadang kompleks).
Jaman tahun segitu, CD belum muncul. Piringan hitam (records) di Indonesia tidak populer dan mahal. Satu-satunya media yang umum digunakan adalah kaset. Industri rekaman kaset musik Barat pada waktu itu lebih banyak didominasi oleh kaset bajakan, karena masih belum tahu masalah intellectural property, royality, dan sebagainya. Brand kaset yang paling banyak memproduksi jenis musik rock adalah “YESS” yang berpusat di Bandung. (Kemana ya usaha kaset ini, atau orang-orang yang dulu berada di usaha ini?) Saya yakin anda mengenal logo kaset yang diproduksi oleh YESS ini. Biasanya warna dari cover kaset tersebut biru degradasi atau hijau degradasi.
Selain YESS ada juga label Monalisa dan Apple. Tentunya label “apple” ini bukan label Apple yang milik The Beatles. Ini label buatan Indonesia sendiri.
Gambar di samping menunjukkan contoh cover kaset rekaman Monalisa. Kebetulan gambar tersebut merupakan hasil scan koleksi kaset yang saya miliki, yaitu album Pink Floyd yang berjudul “A Nice Pair”. Kalau diperhatikan lebih teliti lagi, gambar dari cover kaset tersebut sudah menguning dan ada bagian yang cacat (di bagian bawah) karena dia terbuat dari “afdrukan” foto biasa yang ditempelkan pada kertas karton. Gambar tersebut agak lengket ke cover kaset yang terbuat dari plastik. Masih untung saya bisa memisahkan cover kaset tersebut dengan wadah plastiknya. Kalau tidak, lihat contoh di bawah. Kualitas rekaman Monalisa biasanya masih agak kalah dibandingkan kualitas rekaman Yess. Pilihan kasetnya juga kalah banyak.Tapi, lumayanlah.
Gambar di samping menunjukkan contoh cover kaset rekaman Apple. Kebetulan gambar ini hasil scan album Kiss yang saya miliki. (Ya, selain menyukai classic rock, saya juga penggemar hard rock pada masa itu. Weird taste! Jadi di koleksi kaset saya ada banyak kaset dari Kiss.) Perhatikan bagian tengah yang sudah tidak ada gambarnya karena fotonya sudah rusak sehingga lengket ke plastik cover dari kaset ini. Berbeda dengan contoh cover Monalisa di atas yang masih berhasil saya angkat. Maklum kaset ini sudah berusia lebih dari 20 tahun!
Kesemua rekaman di atas (Yes, Monalisa, dan Apple) tentunya membajak rekaman. Waktu itu yang namanya intellectual property (HaKI) belum terkenal di Indonesia. Mungkin pangsa pasar di Indonesia waktu itu sangat kecil sehingga masih bisa diabaikan oleh produser di luar negeri.
Pada masa itu, ketika SMP, saya sempat menjadi freelancer untuk majalah “Top Chords”. Tugas saya adalah melaporkan tangga lagu barat di radio-radio di Bandung dan sekitarnya. Karena “pekerjaan” ini saya jadi ikut memperhatikan tangga lagu di tempat lain seperti misalnya America Top 40, Billboard dan seterusnya. Jadinya terekspos kepada musik pop juga.
Tidak hanya pemusik Barat saja, pemusik Indonesia pun memiliki kebolehan dalam membuat karya-karya klasik mereka. Beberapa album yang saya sukai antara album dari kelompok WOW, Gang Pegangsaan (Keenan Nasution dan kawan-kawan). Selain itu ada juga band yang memainkan lagu-lagu Genesis, seperti misalnya band Cockpit. Ketika menjadi mahasiswa di ITB, saya sempat ngebelain pergi ke Jakarta untuk nonton band Cockpit ini.
Bagi saya, yang menarik dari classic rock adalah aransemen musiknya yang tidak monoton dan liriknya yang sangat mendalam. Lagu jenis ini bisa diulang-ulang bertahun-tahun tanpa bisa bosan. Tentu saja ini pendapat yang sangat subyektif. Nampaknya (lebih?) banyak orang yang kurang dapat mengapresiasi lagu-lagu classic rock yang memiliki aransemen panjang (8 menit atau lebih!). Lagu “Cinema Show” dari Genesis, misalnya panjangnya 12 menit 40 detik. Namun tidak jemu untuk didengarkan. Umumnya aransemennya didominasi dengan aransemen keyboard dan gitar yang saling mendukung satu sama lainnya. Instrumen musiknya pun juga masih banyak yang menggunakan synthesizer / keyboard analog (Moog, Prophet, Hammond). Wah… barang langka. Dinosaurus.
Lirik lagu-lagu classic rock biasanya memiliki cerita yang mendalam. Kadang-kadang ceritanya sentimentil (melankolis), puitis, atau memiliki kritik sosial yang mendalam. (Tapi jenis musik lain pun juga memiliki lirik yang bagus, protes seorang pembaca. Betul juga sih.) Nanti akan kita bahas satu persatu secara detail.
Selain classic rock, sebetulnya saya juga menggemari musik-musik jenis lain. Tapi mungkin selera saya agak aneh karena saya pun menyukai hard rock semacam yang disajikan oleh group band Kiss. Bahkan waktu sekolah di Canada, saya menyempatkan diri nonton show Kiss. Mungkin tidak semua orang bisa mengapresiasi group hinggar binggar seperti ini. Juga saya menyukai musik jenis jazz yang memiliki nuansa rock (fussion?) seperti Bob James, Lee Ritenour, Casiopea, Sypro Gyra, dan sejenisnya. Yah sudahlah. Aneh sedikit tidak mengapa kan?
Sampai sekarang saya masih memiliki banyak koleksi kaset dari jaman kecil dahulu. Sayangnya, banyak kaset yang sudah bulukan, berjamur, atau suaranya sudah “mendhem” karena terlalu banyak diputar. Di jaman sekarang yang serba digital, seharusnya lebih mudah untuk menyimpan koleksi tersebut dalam bentuk CD (audio) maupun MP3. Sayangnya, sangat sulit menemukan sumber album yang memiliki kondisi prima. Toko musik pun tidak ada yang punya lagi. Bagaimana kalau kita buat suatu inisiatif untuk menemukan kembali lagu-lagu lama dan mengkonversikannya dalam format digital? Ada yang tertarik? Demikian pula saya tertarik untuk mengkoleksi gambar cover dari musik-musik ini.
Group musik baru yang memiliki aliran classic rock pun sebentulnya ada. Namun mereka sangat sulit ditemukan karena kebanyakan group rock sekarang “terlalu keras” musiknya. Atau, kalau ada, terkenal, kemudian bubar. Atau, musisinya berganti sehingga berganti selera. Terakhir saya suka dengan group Marillion. Namun ketika sang vokalis, Fish, keluar saya menjadi tidak tertarik lagi karena lagunya menjadi hambar. (Meski pada akhirnya ada beberapa lagu yang dibawakan oleh Hogarth, vokalis penggantinya, yang ok juga.) Demikian pula dengan band Dream Theater. Jika lagunya tidak sedang lembut, musiknya terlalu keras.
Apakah ada group baru (yang masih aktif) yang memiliki aliran classic rock? Ada, tapi kaset atau Cdnya sulit diperoleh di Indonesia. Sebagai contoh, ada group The Flower Kings (TFK)6 dan Citizen Cain yang terus mengusung obor classic rock ini. Saya sendiri baru memiliki dua CD The Flower Kings dan satu CD Citizen Cain. Selain itu saya juga baru berhasil mendownload beberapa lagu mereka dari Internet.
Satu hal yang membuat orang senang tinggal di Indonesia adalah adanya CD bajakan. (Soal baik atau buruknya bajakan bukan menjadi bahasan dari tulisan ini. Jadi tidak saya bahas. Itu harus menjadi satu buku tersendiri.) Tidak terlalu banyak CD bajakan untuk jenis musik yang agak “aneh” di masa ini karena kebanyakan penggemar musik ini tidak segan-segan mengeluarkan uang untuk membeli CD asli. Namun VCD dan DVD sangat membantu bagi para penggemar karena jarang sekali ditemukan VCD atau DVD classic rock yang asli. Saat ini mulai banyak beredar VCD / DVD musik classic / progressive rock seperti antara lain: Peter Gabriel, Genesis, Pink Floyd (bahkan ada beberapa DVD Pink Floyd ini), Rush (VCD lama yang nampaknya diambil dari video, termasuk VCD pelajaran drum dari Neal Peart), dan masih banyak lainnya.
VCD dan DVD ini sangat membantu dalam memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai sebuah lagu atau latar belakang terbentuknya band. Dalam DVD live show biasanya sering ditambahkan wawancara atau footage mengenai lagu-lagu yang mereka bawakan. Informasi ini kemudian saya bisa tambahkan dalam buku ini.
Selain DVD live show dari berbagai band, saat buku ini ditulis muncul film “School Rock” yang lucu. Film ini menceritakan seorang musisi yang kemudian terpaksa menjadi guru pengganti di sebuah sekolah anak-anak. Kemudian dia menemukan bahwa anak-anak tersebut memiliki bakat musik namun tidak mengerti musik rock. Maka dia ajarkan musik rock; ada “rock history”, “rock appreciation and theory”. Apakah memang ada topik itu? Atau ini hanya ngarang-ngarang saja? Tapi mungkin ada benarnya juga. Buku ini juga bisa menjadi bahan dari pelajaran “rock history”.
Jika judul dari tulisan ini ada kata kenang-kenangan, memang lagu biasanya mengingatkan orang pada suatu kejadian. Misalnya, lagu-lagu classic rock (khususnya lagu-lagu Genesis, Camel, Marillion) dan sweet rock (seperti Queen, Styx, Sweet) mengingatkan saya pada masa SMA dan mahasiswa. Lagu-lagu Pop American Top 40 mengingatkan saya masa SMP dan SMA. Sementara itu group lain, Def Leppard (bukan maksud saya mengelompokkan dia dalam kelompok classic rock – hanya sekedar contoh), mengingatkan saya akan masa studi S2 dan S3 di Canada yang rasanya tidak selesai-selesai, long winter, long nights. Akhir-akhir ini saya suka musik Indonesia seperti Shiela on 7 dan Dewa. Kenangan ini mungkin disebabkan karena seringnya kita memutar lagu-lagu tersebut atau mendengarnya di radio.
Cukup cerita awal ini. Mari kita bahas setiap group satu persatu. (Belum komplit, tapi kita kan harus mulai dari sesuatu.) Urutan pembahasan akan menggunakan metoda abjad meskipun metoda ini kurang enak karena berkesan meloncat. Seharusnya yang lebih enak adalah metoda urutan waktu (time line). Tapi karena saya terlalu malas (dan betul-betul tidak punya waktu) untuk melakukan pengurutan waktu, maka saya pilih metoda abjad saja yang paling gampang. Eh, ternyata tidak terlalu mudah. Jadi apa adanya saja lah. Nanti diurut kembail.
Mencari Kaset / CD / Lagu Classic Rock
Karena sangat spesifik, maka agak sulit untuk menemukan tempat untuk membeli kaset, CD, VCD, atau DVD tentang classic rock. Berikut ini beberapa sumber yang dapat anda gunakan untuk mencari. Jika anda mengetahui tempat-tempat lain, mohon saya diberitahu.
Tempat loak (jual kaset bekas) di sekitar Jalan Cihapit, Bandung. Di kaki lima ini anda dapat menemukan kaset-kaset yang lama (tahun 70-an dan 80-an, rekaman Yess, dan sejenisnya). Kualitasnya bermacam-macam, mulai dari yang masih bagus sampai ke yang sudah berjamur alias bulukan. Selain itu ada juga tempat jual CD yang banyak juga pilihannya. Harganya berkisar dari Rp 5000,- sampai Rp 20.000,- satu kasetnya. Selain kaset bekas, ada juga satu tempat yang menjual CD asli (second) dengan harga yang sedikit miring.
Planet Dago, Bandung. Di sini hanya dijual CD pilihan, yang seringkali tidak ditemukan di toko musik lainnya. Sebagai contoh, saya menemukan The Flower Kings di toko ini Harganya juga lumayan mahalnya.
Di tempat VCD/DVD bajakan kadang-kadang ditemukan artis classic rock. Yang ini harus rajin-rajin mencari. Akhir-akhirnya yang sering ditemukan adalah DVD konser dari Pink Floyd. Tapi saya sempat juga menemukan DVD dari Peter Gabriel, dan Yes.
Ada beberapa tempat yang menyediakan lagu-lagu dalam format MIDI, termasuk lagu-lagu progressive rock. Ada yang kualitasnya biasa-biasa saja, ada yang bagus. Yang cukup bagus kualitasnya adalah di Hamienet.com (www.hamienet.com).
Saya sempat juga menemukan MP3 yang dapat didownload (gratis dan legal) dari situs Progressive Rock Archives (www.progarchives.com). Situs ini sebetulnya lebih banyak membahas (review) masalah album progressive rock. Sangat disarankan untuk mengunjungi situs ini untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan juga pandangan dari para penggemar progrock. Salah satu orang yang sering memberikan resensinya adalah mas Gatot Widayanto.
Salah satu aplikasi P2P (peer-to-peer) yang paling terkenal adalah tukar menukar lagu (file sharing) yang biasanya dalam format MP3. Mekanisme ini saya gunakan untuk mencari lagu-lagu classic rock lewat Internet. Habis bagaimana lagi? Sangat susah mendapatkan lagu-lagu classic rock. Ada banyak program yang dapat digunakan untuk melakukan hal ini. Yang paling sering saya gunakan adalah “Bear Share” yang jalan di sistem Microsoft Windows. (Lihat contoh tampilannya di bawah ini. Ini adalah contoh seso download saya.)
Mekanisme pencarian saya dimulai dengan membaca review, seperti misalnya yang ada di Progressive Rock Archives (www.prograrchives.com) itu. Kemudian kalau sudah ketemu nama artis atau band yang dicari, tinggal menggunakan Bear Share untuk mencarinya.
Seringkali nama band yang dicari merupakan kata-kata yang umum digunakan sehingga hasil pencarian merujuk kepada berkas yang tidak ada hubungannya dengan band tersebut. Untuk memfilter hal ini biasanya saya gunakan juga bagian kata dari nama lagunya agar lebih spesifik lagi. Atau lebih sering lagi tidak ada hasilnya, karena memang tidak banyak orang yang memiliki dan mau menyediakan (share) MP3-nya. Sharing file ini menggunakan bandwidth jaringan yang kita gunakan juga.
Teknik lain yang juga saya gunakan adalah ketika menemukan orang yang memiliki lagu yang saya cari, saya lakukan “browse host” di Bear Share. Fasilitas ini dapat menunjukkan lagu-lagu lain yang dia share. Biasanya orang yang memiliki koleksi satu artis classic rock juga memiliki koleksi artis lainnya. Jadi setelah mengambil berkas lagu yang saya inginkan, saya juga bisa melihat koleksi dia lainnya. Seringkali teknik ini menghasilkan “harta karun”, yaitu artis-artis lain yang bagus-bagus juga.
Mencari lagu-lagu classic progressive rock di Internet kelihatannya mudah. Padahal sesungguhnya dia menghabiskan waktu juga. Harus sabar memilah-milah lagu dan menunggung download sampai selesai. Kadang-kadang proses download ini bisa memakan waktu berhari-hari. Untungnya program P2P ini bisa dihentikan dan disambung lagi (dengan catatan komputer yang menyediakan lagu tersebut online juga).
Kejelekan dari penemuan lagu melalui Internet ini adalah kita tidak tahu cerita di belakang lagu itu. Lebih jauh lagi, lagu-lagu classic progressive rock biasanya saling terkait satu dengan lainnya. Informasi ini biasanya ada pada bungkus (sleeve) dari LP / kaset / CD dari album yang bersangkutan. Jadi meskipun sudah mendapatkan lagu dari Internet, atau dari CD bajakan, masih ada kebutuhan juga untuk mendapatkan album aslinya. Mungkin ini hanya berlaku untuk penggemar classic rock yang serius. Tapi ini menjadi suatu alasan bahwa tidak perlu takut bahwa tidak ada orang yang beli album asli lagi.
sumber : http://hapsoro.multiply.com/reviews/item/2
0 komentar:
Silakan Bekomentar.!!!
Semakin banyak berkomentar, semakin banyak backlink, semakin cinta Search Engine terhadap blog anda
:7: :8: :9: :10: :11: :12:
Posting Komentar